JENDERAL SOEDIRMAN
(1916 - 1950)
A. Riwayat Hidup
1.
Nama : Soedirman
2.
Tempat/ Tgl.
Lahir : Rembang,
Kec. Bodas Karang Jati
Purbalingga- Jawa Tengah, 24 Januari ‘16
3.
Pangkat : Jenderal TNI
4.
Orang Tua : Kartawiradji
5.
Isteri : Alfiah
6.
Anak : 7 orang
7.
Pendidikan : a.
HIS
b. MULO tahun 1935
8. Tempat/ Tgl. Wafat : Magelang, dimakamkan di TMP
Yogyakarta 29 Januari 1950
B. Riwayat
Perjuangan
1.
Sejak masih bayi Soedirman
diasuh oleh Bapak Tjokrosoenarjo Asisten Wedana Bodas Karangjati Purbalingga
suami kakak ibu kandungnya.
Setelah menyelesaikan
pendidikannya di HIS, ia meneruskan ke MULO “Wiworo Tomo” dan tamat pada tahun
1935. Di perguruan swasta inilah ia memperoleh pelajaran tentang nasionalisme.
Disamping itu dia juga aktif di dalam
organisasi kepanduan (pramuka) Hizbul Wathan, yang diasuh oleh Muhammadiyah.
2.
Setelah selesai
pendidikan MULO, ia bekerja sebagai guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan
sekaligus menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak lama kemudian,diangkat
sebagai kepala sekolah. Perhatiannya terhadap masalah-masalah sosial berkembang
selama masa kependudukan Jepang. Dengan beberapa teman ia mendirikan koperasi
yang langsung dipimpinnya. Karena perhatiannnya yang besar terhadap
masalah-masalah sosial, ia diangkat menjadi anggota Syu Sangikai (semacam Dewan
Perwakilan Rakyat) daerah Banyumas. Kemudian tugasnya bertambah dengan
diangkatnya sebagai anggota Jawa Hokokai.
3.
Bulan Oktober
1943, Jepang membentuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) Soedirman ikut latihan
di Bogor dan setelah tamat diangkat menjadi Daidanco (Komandan Batalyon) di
Kroya.
4.
Bulan Juli, 1945,
Soedirman dengan beberapa orang perwira PETA, diperintahkan ke Bogor untuk
mengikuti latihan militer yang intensif. Tetapi dibalik itu terkandung maksud
Jepang untuk melenyapkan perwira-perwira PETA yang berbahaya. Namun demikian
Soedirman luput dari maut karena pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
kepada sekutu.
5.
Sehari setelah
proklamasi, tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan Peta dan melucuti
senjata. Soedirman pulang ke Banyumas dan mengumpulkan bekas anak buahnya serta
membentuk BKR daerah Banyumas setelah badan itu secara resmi dibentuk oleh
pemerintah tanggal 23 Agustus 1945. Dengan kekuatan ini ia berusaha merebut
senjata dari pasukan Jepang. Dalam hal ini ia dibantu oleh Presiden Banyumas
Mr. Iskak Tjokrohadisurjo. Hal ini membuahkan hasil dimana Soedirman memperoleh
senjata cukup banyak.
6.
Pada tanggal 5
Oktober 1945 pemerintah mengumumkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
BKR yang sudah ada meleburkan diri dalam TKR. Soedirman dipilih menjadi
komandan resimen dan kemudian diangkat sebagai komandan Devisi V dengan pangkat
Kolonel.
7.
Bulan November
1945 di Yogyakarta dilangsungkan rapat Komandan TKR. Soedirman terpilih untuk
menduduki jabatan tersebut tetapi
pemilihan ini tidak segera mendapat persetujuan dari Pemerintah RI.
8.
Pada tanggal 12
Desember 1945, Soedirman memimpin pertempuran melawan pasukan sekutu di
Ambarawa sampai dengan tanggal 15 Desember 1945. Akhirnya pasukan sekutu dapat
dikalahkan dan mundur dari Ambarawa ke Semarang. Hal ini berkat strategi perang
Soedirman yang dikenal dengan nama “Supit Udang”. Dengan prestasi inilah maka
pada tanggal 18 Desember 1945 pemerintah melantik Soedirman menjadi panglima
besar TKR dengan pangkat jenderal.
9.
Tanggal 1 Januari
1946 nama TKR diganti menjadi Tentara Keselamatan Rakyat dan tanggal 24 Januari
berganti lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Setelah mengalami
berbagai rintangan pada bulan Mei 1947 akhirnya pemerintah mengumumkan tentang
pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merupakan gabungan TRI dan
laskar-laskar.
10. Tanggal 17 Januari 1948 “Perjanjian Renville”
ditandatangani dan sebagai akibatnya sebagian anggota angkatan perang ditarik
dari basis pertahanan mereka ke daerah yang masih dikuasai RI. Soedirman merasa
kecewa atas “Perjanjian Renville” tersebut. Golongan kiri (komunis)berusaha
menjatuhkannya dan sekaligus berusaha menempatkan angkatan perang di bawah
kekuasaan golongan kiri. Usaha ini dilaksanakan melalui reorganisasi dan
rasionalisasi angkatan perang. Tetapi perkembangan politik akhirnya
menyelamatkan soal yang gawat tersebut.
11. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan
agresi ke II dengan menerjunkan pasukan di Maguwo, Yogyakarta. Meskipun dalam
keadaan sakit Soedirman terpaksa menyingkir ke pedalaman untuk memimpin perang
gerilya, melawan Belanda. Pada tanggal 10 Juli 1949 setelah memimpin gerilya
selama kurang lebih 7 bulan, Soedirman kembali ke Yogyakarta. Karena kondisi
kesehatannya, Soedirman beristirahat di Magelang namun tidak berangsur baik.
Pada tanggal 29 Januari 1950, panglima besar angkatan perang RI meninggal dunia
dalam usia 34 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di TMP Kusuma Negara,
Yogyakarta.
12. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 015 Tahun
1970, Soedirman dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
13. Pada tahun 1997, dia mendapat gelar sebagai Jenderal
Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa
jenderal RI sampai sekarang.
14. Tadi sudah kami katakan, bahwa seluruh dunia kagum dan tercengang atas
kekuatan gerilya Tentara dan Rakyat Indonesia. Dan rupanya dunia itu khawatir
kalau-kalau seluruh kepulauan Indonesia yang permai akan hancur menjadi debu
karena hantamannya gerilya, yang telah bersumpah: "lebih baik hancur
bersama-sama debunya kemerdekaan daripada hidup subur dalam alam penjajahan."(Jenderal Sudirman)